Anggota Komisi VI Ini Laporkan Keluhan Nasabah soal KUR, Begini Jawaban Dirut BRI

0
37
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi VI DPR I Nyoman Parta mengungkapkan beberapa keluhan dari nasabah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Dari beberapa laporan yang masuk, nasabah mengeluhkan soal layanan kredit usaha rakyat (KUR) yang menjadi program BRI itu.

Para nasabah BRI itu, kata Nyoman, mengeluhkan soal kesulitan mengakses KUR, lantaran pernah mengambil kredit modal kerja komersial. Padahal, masyarakat yang mengeluh kepadanya itu sudah melunasi kredit komersial tersebut dengan nominal yang hanya sebesar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta.

“Padahal mereka sebelumnya hanya pinjam uang Rp 10 juta, Rp 20 juta, tetapi karena sudah pernah mendapatkan kredit komersial, yang bersangkutan tidak berhak lagi untuk mendapatkan kredit KUR hingga Rp 100 juta,” kata Nyoman dalam keterangan resminya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3).

Berdasarkan hal itu, kata Nyoman, pihaknya meminta BRI untuk membenahi persoalan tersebut, sehingga nasabah yang pernah mengajukan pembiayaan kredit komersial, bisa mendapatkan fasilitas layanan KUR di bawah Rp 100 juta. “Ini harus dibenahi karena pada saat itu situasinya KUR sudah habis atau dari pihak pemasar bank pemerintah yang mengarahkan mereka meminjam kredit modal itu,” ujar Nyoman.

Baca Juga :   Dengar Keluhan Wanda Hamidah, Prudential Janji Evaluasi soal Perlindungan Asuransinya

Di samping itu, kata Nyoman, Komisi VI pun mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai lamanya proses penerbitan sistem informasi kredit program (SIKP) untuk nasabah yang sudah melunasi kreditnya. Nasabah mengeluhkan hal itu karena sulit untuk mendapatkan kredit kembali, lantaran belum keluarnya SIKP KUR dari BRI.

“Dalam tanda petik BRI menyandera nasabah. Itu tidak baik. Jadi lama sekali, masa sampai satu bulan orang yang sudah melunasi, untuk menunggu itu. Itu agar diperbaiki, di luar segala kemajuan yang dicapai oleh BRI,” kata Nyoman.

Selanjutnya, kata Nyoman, Komisi VI juga menerima laporan dari para pekerja pemasaran BRI yang bertugas di lapangan dan teller. BRI dinilai kurang memperhatikan kesejahteraan para pekerja dan waktu kerja yang lama tanpa mendapatkan hak lembur.

Karena itu, kata Nyoman, pihaknya mendesak BRI agar lebih memperhatikan para pekerjanya, sehingga kinerja positif yang dihasilkan seiring dengan kesejahteraan para pekerjanya. “Jadi harus sebanding dengan kenaikan keuntungan dengan perlakuan para tenaga kerja. BUMN sekali lagi harus saya sampaikan di banyak kesempatan, termasuk juga kepada Pak Erick Thohir, BUMN harus menjadi contoh dari perlakuan ketenagakerjaan kita yang baik,” ujar Nyoman.

Baca Juga :   DPR Klaim Cermat dan Berdasar Dalam Menyusun RUU yang Masuk Prolegnas

Merespons hal itu, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, nasabah yang sudah pernah mengajukan kredit komersial bisa mendapatkan KUR ultra mikro (UMI) di bawah Rp 10 juta. Hal tersebut tertuang dalam peraturan baru yang ada di BRI saat ini.

“Ini peraturan baru. Ini memang kriteria sesuai dengan ketentuan yang disusun oleh komite kebijakan KUR,” ujar Sunarso.

Begitu pula dengan KUR di bawah Rp 100 juta, kata Sunarso, tidak boleh disertakan dengan pemberian jaminan. BRI dengan tegas melaksanakan itu karena BRI tidak meminta jaminan untuk KUR di bawah Rp 100 juta.

“Persoalan yang berulang-ulang, KUR di bawah Rp 100 juta masih dimintai jaminan, saya tegaskan sekali lagi, mungkin perlu dicek yang dimaksud keluhan itu apakah memang benar itu KUR. Jangan-jangan itu sebenarnya bukan KUR,” ujar Sunarso.

Masih kata Sunarso, para petugas BRI sudah diberikan pembekalan untuk tidak meminta jaminan kepada nasabah yang mengajukan KUR di bawah Rp 100 juta. “Sanksinya adalah atas kredit yang diberikan itu, tidak diberikan subsidi. Jadi kalau memang masih namanya KUR di bawah Rp 100 juta, sudah dapat kami pastikan pegawai atau petugas kami tidak boleh meminta jaminan. Karena kalau meminta jaminan kita kena sanksi,” ujar Sunarso.

Leave a reply

Iconomics