Lewat Amandemen Terbatas UUD 45, MPR Akan Hadirkan PPHN

0
306
Reporter: Rommy Yudhistira

Ketua MPR Bambang Soesatyo memastikan kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)  tidak akan mengurangi sistem presidensial yang telah disepakati bersama. Juga tidak akan menimbulkan kewajiban bagi presiden untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN kepada MPR.

Menurut Bambang, PPHN justru akan menjadi payung ideologis dan konstitusional bagi penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional 2025-2045.

“Pembentukan haluan negara yang dipatuhi pemerintahan periode-periode berikutnya, menjadi aspek krusial untuk mengarahkan pembangunan, khususnya untuk mencapai visi Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045,” kata Bambang dalam pidato sidang tahunan MPR yang diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8).

Bambang mengatakan, jika PPHN disepakati seluruh komponen bangsa, maka tidak menutup kemungkinan calon presiden dan calon wakil presiden, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota tidak perlu menetapkan visi dan misi masing-masing. Hal tersebut dikarenakan visi dan misi yang ada akan disusun secara menyeluruh sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Badan pengkajian MPR, kata Bambang, telah menyelesaikan kajian substansi dan bentuk hukum PPHN yang telah disampaikan pada 7 Juli 2022. Juga telah dilaporkan dalam rapat gabungan pimpinan MPR dengan fraksi dan kelompok DPD pada 25 Juli 2022.

Baca Juga :   Rekonsiliasi Konstitusi Dinilai Penting untuk Wujudkan Cita-Cita Bersama

Bambang mengatakan, berdasarkan aspirasi masyarakat dan daerah hasil kajian substansi serta bentuk hukumnya merekomendasikan PPHN dihadirkan tanpa melalui perubahan UUD 1945. Secara ideal, PPHN perlu diatur melalui ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD 1945.

Sebagaimana penulisan frasa garis-garis besar daripada haluan negara yang menjadi satu rangkaian kalimat dengan frasa menetapkan UUD, kata Bambang, mengandung makna PPHN perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang hierarkinya berada di bawah UUD, tetapi harus di atas undang-undang. Alasannya, PPHN tidak boleh lebih filosofis daripada UUD, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti undang-undang.

“Untuk saat ini, seperti kita pahami bersama, gagasan tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Oleh sebab itu, mengingat urgensinya berkaitan dengan momentum 5 tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui ketetapan MPR, cara menghadirkannya akan diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan,” ujar Bambang.

Lebih lanjut, kata Bambang, untuk menindaklanjuti kajian substansi dan bentuk PPHN pada awal September 2022, MPR akan menyelenggarakan sidang paripurna dengan agenda tunggal pembentukan panitia ad hoc. Dengan adanya kesepakatan rapat paripurna tersebut, MPR berharap rekomendasi yang diberikan terkait PPHN dapat segera dituntaskan lantaran hal tersebut telah melewati 2 periode keanggotaan MPR.

Baca Juga :   DPR Bersama Pemerintah Setujui RUU PDP Menjadi UU

“Yang paling utama, dengan adanya PPHN, maka Indonesia akan memiliki peta jalan pembangunan, yang memberi arah pencapaian tujuan negara, dengan mempertemukan nilai-nilai Pancasila dengan aturan dasar yang diatur konstitusi,” katanya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics