
Kemenaker Terbitkan SE THR, Begini Isinya

Tangkapan layar Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (tengah)/Iconomics
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2025 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Menaker Yassierli mengatakan, pemberian THR merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh. Dan hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, dan pelaksanaannya ditentukan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 26 Tahun 2016.
“Saya minta kepada semua perusahaan agar memperhatikan dan melaksanakan regulasi ini dengan sebaik-baiknya,” kata Yassierli dalam keterangan resminya di gedung Kemenaker, Jakarta, Selasa (12/3).
Sesuai Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, kata Yassierli, pekerja/buruh yang berhak mendapatkan THR, telah memiliki masa kerja secara terus menerus atau lebih dalam hubungan kerja. Adapun para pekerja/buruh yang berhak yakni sesuai dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan para pekerja/buruh harian lepas dengan sistem satuan hasil yang telah memenuhi persyaratan sesuai perundang-undangan.
Kemudian, lanjut Yassierli, bagi pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan pekerja buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional dengan masa penghitungan masa kerja : 12 bulan x 1 bulan upah.
Sementara itu, sambung Yassierli, untuk pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, diberlakukan penghitungan yaitu masa kerja 12 bulan atau lebih, pemberian THR merujuk kepada pemberian upah rata-rata yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Berikutnya, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, pemberian THR dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diteriam tiap bulan selama masa kerja.
Masih kata Yassierli, bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah 1 bulan dihitung dari upah rata-rata dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sementara itu, bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan, yang lebih besar dari nilai THR keagamaan, maka THR bisa dibayarkan sesuai kebiasaan tersebut.
THR keagamaan, kata Yassierli, wajib dibayarkan pengusaha secara penuh dan tidak boleh dicicil. “THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Saya minta agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan aturan ini,” ujarnya.
Leave a reply
