
Turun Sejak 2022, Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Kembali Pulih di Tahun 2024

Konferensi pers kinerja asuransi jiwa sepanjang 2024. Kiri-kanan: Kepala Departemen Agency AAJI, Wianto Chen, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon dan Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI, Fauzi Arfan/Foto:Dok.AAJI
Setelah lesu sejak 2022, bisnis asuransi jiwa sepanjang 2024 mengalami perbaikan. Pendapatan premi yang merupakan penopang utama pendapatan industri asuransi kembali meningkat, setelah turun secara berurut-turut pada 2022 dan 2023.
Meski demikian, tantangan yang dihadapi industri asuransi pada 2024 berasal dari pasar modal. Pendapatan investasi mengalami kontraksi akibat kondisi pasar modal yang melemah.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan sepanjang 2024, total pendapatan premi dari 56 perusahaan anggotanya – yang belum diaudit – naik 4,3% menjadi Rp185,39 triliun.
“Pada 2024 pendapatan premi menunjukkan hasil positif setelah di tahun 2023 pendapatan premi industri asuransi jiwa menurun,” ujar Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/2).
Dalam catatan Theiconomics.com, bisnis asuransi jiwa di Indonesia mengalami kelesuhan sejak 2022 setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Surat Edaran Nomor 5 /SEOJK.05/2022, yang memperketat pemasaran produk unit link atau Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).
Imbas pembatasan tersebut, pada 2022 pendapatan premi industri asuransi jiwa anjlok 5,3%, dari Rp202,93 triliun pada 2021 menjadi Rp192,08 triliun.
Padahal pada 2021, pendapatan premi asuransi jiwa mengalami pertumbuhan sebesar 8,2% dari Rp187,59 triliun pada 2020.
Pada 2023 pendapatan premi asuransi jiwa turun 7,1% menjadi Rp177,66 triliun.
Budi mengatakan, pertumbuhan positif pada pendapatan premi asuransi jiwa sepanjang 2024 didorong oleh premi bisnis baru sebesar Rp108,32 triliun dan premi lanjutan Rp77,07 triliun, yang masing-masing naik 4,3%.
Dari sisi jenis produk, premi asuransi tradisional tumbuh signifikan sebesar 18,7% menjadi Rp110,36 triliun, dengan kontribusi 59,5% dari total premi, sementara 40,5% berasal dari unit link. Produk asuransi syariah juga mengalami pertumbuhan 10,4% menjadi Rp22,61 triliun, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan berbasis syariah.
Dari sisi cakupan perlindungan, jumlah tertanggung industri asuransi jiwa mengalami lonjakan 80,1% menjadi 154,64 juta orang, yang didorong oleh pertumbuhan pesat segmen tertanggung kumpulan (107,7%) menjadi 133,05 juta orang.
“Peningkatan ini menunjukkan bahwa semakin besar cakupan masyarakat yang berhasil memiliki proteksi asuransi dengan bantuan fasilitas dari perusahaan atau organisasi. Hal ini mencerminkan peran industri dalam memberikan solusi perlindungan finansial yang lebih luas bagi masyarakat,” tambah Budi.
Di tengah tren positif secara bisnis, pendapatan hasil investasi industri asuransi jiwa sepanjang 2024 mengalami penurunan signifikan sebesar 24,8% menjadi Rp23,92 triliun, dari Rp31,8 triliun pada 2023.
“Penurunan hasil investasi ini tidak terlepas dari pengaruh kondisi ekoinomi yang menyebabkan antara lain melemahnya kondisi pasar modal kita,” ujar Budi.
Dengan demikian, total pendapatan industri asuransi jiwa sepanjang 2024 sebesar Rp218,73 triliun, turun 0,7% dibanding 2023.
Pembayaran Klaim Menurun
Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI, Fauzi Arfan, menyampaikan sepanjang tahun 2024, industri asuransi jiwa membayarkan kalim sebesar Rp160,07 triliun, turun 1,5% dibanding nilai klaim pada 2023 yang sebesar Rp162,52 triliun.
Pembayaran klaim pada 2024 diberikan kepada 9,08 juta penerima manfaat, berkurang dari 9,94 penerima manfaat pada 2023.
“Angka ini menunjukkan bahwa asuransi jiwa tetap menjadi pilar utama dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarga Indonesia. Baik melalui santunan jiwa, manfaat akhir kontrak, maupun fleksibilitas akses dana, industri terus memastikan bahwa nasabah mendapatkan perlindungan finansial yang optimal,” ujar Fauzi.
Pertumbuhan klaim kesehatan masih menjadi tantangan industri. AAJI mencatat, klaim kesehatan meningkat 16,4% menjadi Rp24,18 triliun, dengan pertumbuhan yang lebih terkendali dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 24,6%.
“Kami optimis bahwa dengan aturan baru OJK yang akan diterbitkan pada tahun 2025 ini, termasuk pengaturan lebih lanjut mengenai Coordination of Benefit (CoB), pengelolaan klaim kesehatan dapat lebih efisien. Hal ini akan memberikan kepastian bagi industri asuransi kesehatan swasta sekaligus memastikan manfaat perlindungan tetap optimal bagi masyarakat,” tutur Fauzi.
Kepala Departemen Agency AAJI, Wianto Chen, menyoroti peningkatan total aset dan investasi sebagai bentuk tanggung jawab industri dalam menjaga stabilitas keuangan jangka panjang.
“Total aset industri asuransi jiwa meningkat 0,7% menjadi Rp616,75 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya 0,3%. Sementara itu, total investasi industri mencapai Rp541,40 triliun, naik 0,2%,” ungkap Wianto.
Salah satu pertumbuhan investasi terbesar berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), yang meningkat 11,9% dengan total kontribusi Rp205,03 triliun (37,9% dari total investasi).
“Industri asuransi jiwa terus memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, salah satunya melalui peningkatan investasi di SBN, yang tidak hanya mendukung stabilitas industri tetapi juga berkontribusi terhadap pembangunan nasional,” jelas Wianto.
Sementara itu, investasi di saham dan reksa dana masing-masing berkontribusi sebesar 24,7% dan 12,9% dari total portofolio investasi.
Leave a reply
