
UU Mutual Legal Assitance Dinilai Strategi Efektif Atasi Krisis Keuangan Negara

Peneliti senior AEPI Salamuddin Daeng/Dokumentasi pribadi
Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai perjanjian Mutual Legal Assistace (MLA) dengan pemerintah Swiss yang sudah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2020 tentang MLA Indonesia Swiss bisa sebagai mekanisme menyita uang hasil kejahatan keuangan yang tersimpan dalam rekening rahasia.
Peneliti senior AEPI Salamuddin Daeng mengatakan, bila pemerintah menjalankan dengan sungguh-sungguh perjanjian dan UU MLA tersebut, maka Indonesia dinilai memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar bagi agenda global yakni recovery ekonomi, digitalisasi dan transisi energi.
“Indonesia sebagai Presidensi G20 telah mendapat mandat besar bagi pemulihan ekonomi dunia,” kata Salamuddin beberapa waktu lalu.
Menurut Salamuddin, Indonesia berkesempatan besar menjalankan semua agenda perubahan global termasuk transisi energi sebagai salah satu agenda utama Presidensi G20 bagi pemulihan lingkungan sebagai paru-paru dunia. Indonesia juga berkekuatan untuk menyongsong akhir dari sistem petrodolar, karena kekayaan energi Indonesia yang kompleks, dan Indonesia telah diberi gelar oleh pemerintah Inggris sebagai climate super power.
“Posisi ini dipandang sebagai super power baru menggantikan konsep super power yang lama,” ujar Salamuddin.
Sebagai Presidensi G20, kata Salamuddin, Indonesia dapat memimpin dunia bagi pembentukan keseimbangan global baru, melalui transparansi dan digitalisasi yang akan dimulai dari transparansi keuangan. “Transparansi keuangan akan menjadi pintu pembuka sumber-sumber keuangan baru bagi pembangunan global dan pemulihan lingkungan hidup,” kata Salamuddin.
Di samping itu, Salamuddin menyinggung peran DPD yang telah mengambil langkah strategis dengan membuka kembali kasus BLBI melalui pembentukan panitia khusus (Pansus). Langkah ini diharapkan bisa sebagai pintu masuk mengusut secara tuntas kasus BLBI yang merugikan keuangan negara sehingga membuat bergantung pada utang.
“Pembentukan Pansus BLBI merupakan respons terhadap kegagalan pemerintah dalam mengusut tuntas melalui pembentukan Satgas BLBI yang sampai hari ini putus asa dan tidak melaporkan hasil apapun,” kata Salamuddin.
Langkah DPD berikutnya yang akan membuka dan mendorong proses hukum secara pidana terhadap kasus korupsi BLBI merupakan langkah yang tepat sesuai dengan agenda internasional untuk menjalankan proses pidana terhadap segala bentuk kejahatan keuangan di semua negara di dunia.
“Salah satu kejahatan keuangan paling besar di dunia adalah kejahatan KLBI dan BLBI yang terjadi di Indonesia,” katanya.
Leave a reply
