Perang Ukraina: Latar Belakang dan Dampaknya (2)

0
1655

Begitu perang Ukraina meletus, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)-Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) segera menutup semua media massa yang dianggap alat propaganda Rusia, seperti Russian Television (RT) dan kantor berita Sputnik. Padahal negeri-negeri UE, AS dan sekutunya selalu membanggakan demokrasi dan kebebasan berekspresinya. Kalau merasa kebenaran ada di pihak mereka, mengapa takut menghadapi propaganda Rusia? YouTube-pun menghapus film dokumenter Ukraine on Fire yang dibuat oleh Igor Lopatonok dan Oliver Stone tahun 2016. Padahal film itu sudah ada di YouTube bertahun-tahun. Untung saya sempat menonton, jadi tambah kaya pengetahuan. Mengapa, begitu pecah perang, kontan film dilarang? Kaum sosial demokrat, revisionis dan kiri gadungan harus menjawab pertanyaan ini.

BANNED! Oliver Stone’s “Ukraine on Fire” | Interview with Director Igor Lopatonok

Karena mereka tidak tahu membedakan demokrasi borjuis dari demokrasi rakyat dan selalu menuduh sosialisme yang dibangun Mao dan Stalin sebagai sistem yang tak mengenal demokrasi dan kebebasan berekspresi. Dengan diberangusnya media massa Rusia, dan sumber informasi independen lainnya, negeri-negeri Eropa, AS serta sekutunya menunjukkan watak kelas sesungguhnya dan kepalsuan dari “demokrasi” dan “kebebasan berekspresi” yang dibanggakan itu. Begitu kepentingan kelasnya tersentuh, tak ragu-ragu mereka mengkhianati peraturan yang mereka buat sendiri.

Kepala Angkatan Laut Wakil Laksamana Kay-Achim Schonbach dari Jerman  harus kehilangan jabatannya karena berani mengemukakan pikiran yang berseberangan dengan pendapat yang berdominasi di kalangan petinggi Uni Eropa. Ketika mengunjungi Institut Studi dan Analisis Pertahanan Manohar Parrikar, di New Delhi, Schonbach berkata bahwa Putin patut dihormati, dan menghormati seseorang itu murah, bahkan tanpa biaya. Ia juga berkata, Krimea tak akan pernah dikembalikan. Hari berikutnya, 22 Januari, 2022, Menlu Ukraina, Dmytro Kuleba memanggil Dubes Jerman untuk Ukraina, Anka Feldhusen, dan menya-takan “kekecewaan mendalam” berkaitan dengan kurangnya senjata yang dibe rikan kepada Ukraina dan juga komentar Schonback di New Delhi.

German Navy Chief Vice Admiral Kay-Achim Schonbach/Istimewa

Kalau kita membaca dan mendengarkan berita yang disiarkan media massa Eropa/ NATO/AS, kemudian membandingkannya dengan informasi dari sumber independen dan kesaksian langsung wartawan dan relawan di daerah konflik, kita akan menjadi sadar betapa licik dan jahatnya, dan kadang-kadang bahkan betapa bodohnya lembaga dan institusi dengan para ahlinya yang sudah terlatih dalam memutarbalik fakta dan menciptakan hoaks atau berita palsu.

Baca Juga :   PP Tidak Bagikan Dividen karena Situasi Global dan Perkuat Permodalan

Misalnya, berita yang mereka sajikan berkaitan dengan jalannya perang, memberi kesan seolah-olah Rusia membom secara membabi buta dan terus menerus, sekolah dan rumah sakit juga tidak lolos dari serangannya. Walaupun begitu, Rusia tak dapat menduduki kota-kota termasuk Ibu Kota Kiev karena  perlawanan gagah berani dari tentara dan pejuang patriotik Ukraina. Mengalirlah pujian terhadap Zelenski dan pemberian gelar “pahlawan”.

Sangat menarik pendapat mantan penasehat tinggi Pentagon, Kolonel Doug Macgregor dalam wawancaranya dengan Max Blumenthal dan Aaron Mate. Dia menyatakan 70% rakyat Rusia mendukung Putin. Kalau Rusia ingin menang cepat, mudah sekali: jatuhkan saja bom seperti yang dilakukan NATO/AS kepada Yugoslavia tahun 1999. Tapi Rusia ingin menghindari semaksimum mungkin korban sipil dan kerusakan infrastruktur sipil. Rusia tidak mau mengebom daerah pertanian di Ukraina barat, mengingat posisi pentingnya sebagai pemasok makanan.  Kelambatan pasukan Rusia dalam menundukkan tentara dan kekuatan Neo-Nazi Ukraina sama sekali tidak menunjukkan kegagalan.

Former top Pentagon advisor Col. Doug Macgregor on Russia-Ukraine war/Istimewa

Sudah tentu pendukung NATO/AS, seperti orang Belanda, lawan debat saya, tidak percaya Putin bisa mempertimbangkan faktor kemanusiaan. Begitu juga orang yang menelan mentah-mentah propaganda NATO tidak percaya bahwa Rusia sungguh-sungguh menginginkan warga dievakuasi melalui koridor kemanusiaan. Propaganda Barat menuduh Rusia menghalangi penduduk Marioupol meninggalkan kota melalui koridor kemanusiaan. Sekarang, setelah perlawanan Batalion Neo-Nazi Azov yang berbenteng di Marioupol pada pokoknya dipatahkan, keluarlah penduduk yang menyatakan selama ini mereka sama sekali tidak diberitahu tentang adanya koridor kemanusiaan. Mereka berlindung di lubang-lubang perlindungan bawah tanah tanpa air minum, listrik dan makanan selama lebih dari satu bulan. Menurut Christelle Neant, seorang wartawan independen Prancis yang mondar-mandir di Donbass dan sekarang ada di Marioupol, batalion Azov dengan sengaja menghalangi warga yang ingin meninggalkan kota. Mereka menjadikan warga sipil sebagai perisai manusia. Paramiliter Neo-Nazi ini juga dikenal dengan tindakan kekerasan, rasisme, dan penyiksaan. Orang-orang gipsi termasuk golongan yang menderita persekusi dan diskriminasi.

Seorang gadis gipsi diikat di sebuah tiang dan wajahnya dicat hijau (Foto: Pepe Pomacusi)

Sejarah Neo-Nazi Ukraina
Dalam ceramah di Universitas Jenewa, tahun 2015, Korine Arnache menjelaskan bahwa sejak abad X-XI, sejarah pembentukan Negara Rusia tak dapat dipisahkan dari sejarah terciptanya Negara Ukraina. Namun interpretasi terhadap kejadian dan fakta sejarah berbeda antara mereka yang tinggal di ujung barat dan mereka yang tinggal di ujung timur Ukraina. Perkembangan industri yang terpusat di Ukraina timur melahirkan kelas buruh yang memudahkan berdirinya kekuasaan Soviet. Sedangkan di bagian barat mayoritas penduduk adalah petani.

Baca Juga :   Kadin: P2P Lending Dapat Membantu Permodalan UMKM

Barangkali ikatan erat sejarah itu yang mendorong Kolonel Doug Macgregor berkata bahwa cara Putin dalam menjalankan perang ini yang dianggap soft adalah karena Putin menganggap rakyat Ukraina sebagai bangsanya sendiri, tidak sebagai musuh, kecuali grup-grup dan paramiliter Neo-Nazi.

Jacques Baud, seorang tentara selama 22 tahun di militer Swiss dengan pangkat terakhir kolonel, lima tahun di NATO sebagai Penasihat Keamanan, dua tahun di PBB sebagai kepala tim bagian Politik dan Doktrin di Departemen Operasi Pemelihara Keamanan, dalam wawancaranya dengan Michel Collon  bercerita bahwa asal usul grup-grup Neo-Nazi yang sekarang berkembang di Ukraina, kita temukan di berbagai organisasi ultra nasionalis anti-komunis di Galisia (Ukraina barat daya) yang pada tahun 1920-an melakukan perlawanan kepada kaum Bolshevik. Daerah ini diperebutkan juga oleh Polandia. Ketika Tentara Merah berhasil mengusir Polandia, berdiri Republik Soviet Sosialis Galicia 15 Juli 1920. Dengan segera dikeluarkan dekrit yang menghapus kepemilikan pribadi atas alat produksi, sistem kerja 8 jam sehari, memisahkan gereja dari negara dan ditetapkan bahasa Polandia, Ukraina dan Yiddish sebagai bahasa nasional. Republik Soviet Sosialis Galisia tidak berhasil dipertahankan ketika Polandia melancarkan ofensif tanggal 15 September, 1920.

Baca Juga :   E-Commerce Egogo Hub Buka Kesempatan bagi Pelaku Usaha Jadi Distributor Retail Merek Lokal dan Global

Menurut Wikipedia, Organisasi Nasionalis Ukraina (ONU) merupakan fusi dari Organisasi Militer Ukraina dengan kaum nasionalis dan intelektual Ukraina yang dibentuk pada tahun 1929 di Wina. Organisasi berideologi fasis yang bergerak terutama di Galisia Timur ini bertujuan mencapai kemerdekaan Ukraina melalui kekerasan dan terorisme terhadap Polandia dan Uni Soviet. Dalam perkembangannya, tahun 1940, para anggota muda di bawah pimpinan Stepan Bandera berpisah dengan anggota-anggota yang  lebih tua dan berpandangan moderat. Tapi ketika pasukan Jerman fasis masuk Polandia, September 1939, kedua faksi dalam ONU sama-sama berkolaborasi dengan Nazi Hitler.

Di bawah komando Jerman, dibentuk “Legion Ukraina” yang beranggotakan 800 orang. Inilah yang diharapkan Bandera sebagai cikal bakal dari tentara Ukraina.

Pada 30 Juni 1941, faksi anggota muda ONU mendeklarasikan Negara Ukraina di Lviv dengan perdana menteri Yaroslav Stetsko. Fasis Jerman marah besar, dan anggota ONU, termasuk Bandera ditangkap Gestapo.

Fakta penangkapan Bandera oleh Gestapo inilah yang sekarang digunakan oleh pemerintah Ukraina untuk membersihkan Bandera dari kejahatan pembantaian terhadap warga Polandia dan orang-orang Yahudi Ukraina. Walaupun disekap  di kamp konsentrasi Sachsenhousen, Bandera mendapat perlakuan yang lain dari pada orang-orang Yahudi, komunis, gipsi dan minoritas lainnya. Ia dapat bantuan Palang Merah, bisa menerima bantuan dari keluarga dan organisasinya. Bahkan diizinkan untuk menghadiri rapat-rapat penting organisasi.

Tatiana Lukman

Penulis adalah Esais Politik dan Penulis Buku yang tinggal di Belanda

 

 

Leave a reply

Iconomics