Anggota Komisi XI Soroti Belum Terbitnya PP Peralihan Pengaturan dan Pengawasan Aset Kripto ke OJK
Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo menyoroti belum terbitnya Peraturan Pemerintah [PP] mengenai peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi [Bappebti] ke Otoritas Jasa Keuangan [OJK].
Peralihan kewenangan ini sesuai dengan amanat pasal 312 Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK). Peralihan dilakukan paling lambat 12 Januari 2025.
Namun, hingga pertengahan November ini, PP peralihan itu belum terbit.
“PP Peralihan tugasnya belum terbit sampai sekarang,” kata Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (18/11).
Hasan menyampaikan itu menjawab pertanyaan Andreas Eddy Susetyo dalam rapat itu.
Mendengar jawaban itu, Andreas mengusulkan kepada pimpinan rapat agar topik terkait PP peralihan pengaturan dan pengawasan aset kripto ini masuk dalam kesimpulan rapat.
“Jadi, mohon perhatian bagi kita, untuk PP peralihan ini, untuk menjadi kesimpulan kita, mengenai pentingnya PP peralihan ini. Karena kalau tidak, jangan sampai nanti terjadi kekosongan [hukum],” kata Andreas.
Andreas mengatakan, payung hukum dalam bentuk PP ini penting mengingat jumlah investor kripto di Indonesia terus bertambah. Selain itu, risiko transaksi aset kripto juga sangat tinggi.
Dalam paparannya pada rapat itu, Hasan menyampaikan, jumlah investor aset kripto di Indonesia per September 2024 mencapai 21,2 juta, dengan nilai transaksi mencapai Rp426,9 triliun.
Andreas mengatakan, laju pertumbuhan jumlah investor tersebut melampaui pertumbuhan investor pasar modal yang sudah eksis lama di Indonesia.
“Padahal kritpo ini hal yang masih sangat baru,” ujar politikus PDI-Perjuangan itu.
Andreas mengatakan, kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat awal November ini, makin mendongkrak pamer investasi kripto dan saham-saham perusahaan teknologi.
Sebelumnya, pada September lalu, Hasan mengatakan, OJK sudah menyusun rencana transisi pengaturan dan pengawasan aset kripto dalam tiga fase yaitu fase soft landing di awal masa peralihan pada Januari 2025. Kemudian, fase kedua adalah penguatan. Fase ketiga, pengembangan dan penguatan berkelanjutan.
“Pada tahap awal transisi, OJK mengambil kebijakan untuk mengadopsi seluruh pengaturan dan kebijakan yang selama ini telah dikeluarkan oleh Bappebti,” ujar Hasan.
Ketiga fase ini, tambah dia, sejalan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah [RPP] tentang peralihan tugas dan pengawasan aset keuangan digital termausk aset kripto.
Dalam RPP, kata Hasan, dinyatakan “semua perizinan, persetujuan, pendaftaran produk ataupun instrumen serta Keputusan dan atau Penetapan lainnya yang terkait dengan aset keungan digital termasuk aset kripto, yang telah diterbitkan oleh Bappebti…,dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Jadi, kami mengacu kepada rumusan keberlanjutan dan kepastian yang dinyatakan dalam RPP dimaksud,” ujarnya.